Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Rabu, 14 Mei 2008

TAKARAN KEBENARAN : MANUSIA SANG KHALIK

By: DS Ollyn Zb.

Jiwa kaum muda akan tetap bergejolak mengiringi gempuran hidup yang berdinamika multilevel. Berbagai aspek kehidupan menuntut vitalitas super sekaligus “merogoh” akar-akar makna hidup. Demonstrasi hidup ini bisa saja akan mencapai titik ironi dan level ideal yang mampu menciptakan “kepincangan” jiwa-jiwa manusia yang berkehendak masuk ruang ketenangan. Mungkinkah ruang ketenangan itu bagaikan ruang yang kedap suara? Segala sesuatu yang terjadi di luar tidak akan mengusik kehidupan ideal? Ataukah, ruangan itu tetap penuh dengan perbedaan?

Tetapi, siapakah yang sungguh siap menerima perbedaan?

Ruang itu bisa saja adalah rumah, hidup, urusan, masa depan, iman kita sendiri. Dan ruang pribadi itu kini bukan hanya ruang buat diri sendiri tetapi telah ada sekian banyak orang yang keluar-masuk. Mereka mungkin tinggal untuk sementara, mempelajari kehidupan dan seluk beluk rumah kita [anda] dengan berbagai kepentingan. Ada yang sekedar bertamu, melepas lelah atau mungkin saja suatu saat ada orang-orang yang akan memaksa kita untuk keluar dari rumah kita sendiri dengan berbagai dalil kebenaran yang menurut mereka merupakan kebenaran ilahi.

Pertanyaannya adalah “Atas takaran siapakah kebenaran yang dimiliki dan diteriakan oleh manusia? Apakah manusia itu sendiri dengan pikirannya yang memaksa Khalik berkehendak sama dengan dirinya? Ataukah, Khalik sebagai pemilik kebenaran itu sendiri?”

Mungkinkah manusia telah menjadi Khalik atas dunia tempat ia singgah. Sehingga mereka mampu menentukan kebenaran dan kesalahan atas hidup dan segala sesuatu yang terjadi dalam hidup. Entah siapapun yang akan membaca tulisan ini, silahkan anda menjawab pertanyaan ini: “Atas takaran siapakah kebenaran yang kita teriakkan dan kerap kita paksakan?” Dan, “Apakah kebenaran itu?”

Alih-alih kita berpikir dari sisi pemilik kebenaran, manusia sang khalik, yang telah menahbiskan dirinya sebagai pencipta, telah menentukan takaran kebenaran yang mereka katakan. Dan takaran itu adalah kitab-kitab yang mereka miliki. Penulis akan tetap berusaha untuk tidak mengatakan bahwa takaran itu salah dan tidak sempurna karena ini adalah soal kepercayaan mereka. Kita juga bisa mengatakan bahwa kitab-kitab itu berasal langsung dari tangan Khalik, maka kebenarannya tidak ada yang diragukan?

Tetapi, jika kita sejenak mau melepas semua asumsi dan silahkan berpikir: “Apakah tafsiran manusiawi kita atas isi kitab-kitab itu sama seperti Khalik melihat dan berpikir?” Ataukah, “kita berpikir dan mengatakan bahwa semua itu sama seperti Khalik berpikir atas isi kitab yang sama?”

Dan sekarang, jika kita telah membalik semua itu dalam takaran manusiawi kita, bukankah manusia telah menjadi Khalik atas kebenaran. Dan pemilik kebenaran sejati telah di-“peti-kemas”-kan secara perlahan.

Begitu getolnya dunia saat ini, dalam konteks agama, untuk melihat kebenaran imani yang tidak akan pernah terkatakan dan terjelaskan oleh manusia. Tetapi ironisnya, mereka sungguh sangat percaya atas takaran yang telah mereka ciptakan sendiri. Dan jika takaran ini, dipertanyakan apalagi jika diotak-atik, pedang adalah jawabannya. Banyak bukti yang terjadi di antara kita, dimana agama menjadi sebilah pedang yang diacungkan tinggi-tinggi untuk membunuh sang perbedaan [the stranger].

Jika jawaban atas takaran kebenaran yang mereka teriakkan adalah pedang, lalu apakah Khalik sungguh menakar kebenaran yang demikian? Pedang bisa saja dalam arti yang sangat luas. Pedang bisa diartikan pembunuhan karakter, pemaksaan, invasi terhadap yang lain, membela keraguan, berteriak atas nama Khalik dalam pembunuhan, atau apapun yang terjadi dalam dunia saat ini.

Selama ini, mungkin kita telah mengerti “perbedaan” dengan cara-cara yang salah. Sehingga ketika kita melihat “perbedaan” kita mulai dari keinginan untuk meruntuhkannya dan bukan untuk mencari kebenaran Khalik. Kita berdiri di atas takaran kebenaran kita sendiri dan dengan demikian sangatlah mudah mencabik-cabik yang lain.

Tidak ada komentar: