Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Senin, 07 Juli 2008

Spirit Moment 2:

SAAT MUDA MENJADI PILIHAN
By. DS. Oll. Yarman Zb.


Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu. [I Korintus 13:11]

Segala sesuatu ada waktunya. Inilah ucapan yang sangat terkenal dari seorang bijak dalam pengkhotbah yang mampu menangkap setiap kesempatan dan menjadikannya tidak sia-sia. Saat muda pun merupakan kesempatan untuk menjadikan hidup ini lebih bermakna dan menjadi berkat untuk orang-orang yang ada di sekitar kita. Namun, selalu ada miss link yang menjadikan setiap kesempatan berubah menjadi keengganan untuk berbuat lebih dan menjadikannya lebih menarik. Miss link tersebut bisa saja seperti kesadaran religiusitas orang muda yang mengarah pada hal-hal yang instant - tidak masuk dalam kedalaman, menginginkan hal yang menarik tetapi mudah patah arang, pesimis dan enggan menjadi perintis, enggan untuk berkorban, enggan untuk keluar dari lingkaran diri yang sudah mereka bentuk sendiri. Lingkaran diri inilah yang akhirnya mengontrol setiap tindakan orang muda yang berujung pada memproduksi asumsi-asumsi bahkan membuat benteng diri sendiri. Lingkaran diri ini terlontar dari setiap kata-kata orang muda ”ah, masa bergabung sama anak-anak SMP sih?”, malu ah, saya biasanya jadi fasilitator sekarang kog jadi peserta?”. Begitu banyak kata-kata ini yang sadar atau tidak membuat orang muda mandeg untuk bergabung, bersikap lugas, dan akhirnya mengambil jarak. Pernyataan ini bukanlah narasi semata. Civita Youth Camp kembali mengadakan kegiatan Spirit Moment 2 pada 28-29 Juni 2008. Kegiatan ini diarahkan pada bagaimana mengarahkan diri pada hal-hal positif dan bisa menjadi leader untuk rekan-rekan muda lainnya.



Menjadi Pribadi Positif
Jatuh bangun merupakan warna hidup kita. Namun, ada kecenderungan saat kita jatuh kita buru-buru berprasangka negatif akan apapun yang ada di luar diri kita. Kita secara tidak sadar mengarahkan diri kita pada benteng yang mengharuskan diri kita benar dan orang lain yang salah. Kita berkutat pada menyalahkan orang lain dan bukannya bangkit dari kejatuhan kita. Selalu ada alasan untuk menyalahkan bagi mereka yang enggan untuk mengubah diri tetapi selalu ada jalan bagi mereka yang mencoba menemukan hal-hal yang baru. Menjadi pribadi positif ini diuraikan secara lugas dan menarik oleh Bapak Carolus Veriyadi S., seorang Staf Pengurangan Dampak Penggunaan Jarum Suntik [Harm Reduction] PKBI DKI Jakarta yang juga aktif sebagai Trainer terutama tentang NAPZA dan HIV-AIDS.

Mas Very – begitu sapaan akrabnya, yang menyampaikan tentang The Positive Power mengatakan bahwa orang muda jika ngumpul ga ribut berarti ga ngumpul. Semua hal yang ada di dalam diri orang muda seharusnya diarahkan pada inovasi sikap, gaya, reflektivitas, impian dan harapan, dan apapun yang ada dalam benak orang muda. Menjadi pribadi yang positif, akan bertolak dari persepsi yang kita pergunakan dalam menyingkapi segala persoalan. Ia mendasarkan kenyataan ini pada pernyataan John C. Maxwell ”Mereka yang berpikiran negatif akan menghadapi kekecewaan di masa depan”. Jika kita melihat segala yang kita alami dari persepsi diri kita sendiri sering akan mengalami kebuntuan. Hal ini sejalan dengan filosofi Spirit Moment sendiri yang disadur dari filsafat hati Blaise Pascal: ”hati bisa mengerti banyak hal yang tidak dimengerti oleh otak”. Sebab, dalam pengalaman hidup kita selalu ada alasan untuk berpikir negatif maupun berpikir positif. Dan hal inilah yang kerap menyetir kita pada tindakan yang enggan untuk berubah bahkan cenderung menyalahkan orang luar. Sehingga, kita membuat ukuran-ukuran kita sendiri yang belum tentu sama dengan ukuran orang lain. Ukuran seberapa baik saya menjadi sahabat adalah seberapa besar usaha saya untuk menjadi lebih baik, bukan seberapa sering saya mengharapkan sahabat saya untuk menjadi lebih baik.

Untuk mencari sahabat, melakukan sesuatu, mengimpikan sesuatu jika selalu bertolak dari ukuran yang kita buat ada kemungkinan akan berbenturan dengan hal-hal yang lain. Dalam The Positive Power ini, mas Very menyampaikan 3 [tiga] hal utama dalam menjadi pribadi yang positif yakni: Positive Thinking, Positive Feeling, dan Positive Action. Ketiga kekuatan positif ini tentunya berjalan beriringan dan saling melengkapi. Mother Theresa sempat mengungkapkan satu kalimat pendek ini: “The miracle is not that we do this work, but that we are happy to do it”. Senang merupakan salah satu kekuatan positif tersebut. Kita tidak perlu mencarinya jauh-jauh. Ia bisa muncul tatkala kita mengarahkan diri kita sendiri untuk melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat bukan hanya untuk diri kita sendiri. ”Berpikir, merasa, dan bertindak positif akan melahirkan kekuatan positif yang berlipat ganda,” begitu perkataan penutup dari Mas Very.

Pengalaman Menjadi Nyata
Menjadi tua itu pasti, menjadi muda itu pilihan. Pernyataan ini bukan tanpa alasan. Dari berbagai pengalaman dan kenyataan menyatakan bahwa OMK khususnya masih berada dalam pencarian warna dan identitas rumah [kekatolikkan] mereka sendiri. Di antara kebingungan-kebingungan kelompok-kelompok orang muda untuk mencari identitas ini, terselib sebuah kewalahan dari pihak para pastor paroki untuk mewadahi dan menuntun OMK menuju citra katolik yang lebih baik. Lagi-lagi, hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang muda Katolik mudah terbawa pada sesuatu yang lebih menarik di luar katolik sendiri dengan berbagai dalih yang menjadi asumsi buat diri sendiri. Dalih atau asumsi-asumsi tersebut bukan juga tidak beralasan dengan melihat bahwa persaudaraan di antara OMK masih dalam taraf coba-coba.

Bukan mata ini nyata. Sebuah slogan acara di salah satu TV swasta akan membawa kita pada saat dimana kita harus benar-benar menerima kenyataan bahwa OMK masih memupuk gap antara satu dengan yang lain. Satu bukti yang sangat nyata dan kelihatan pada acara Spirit Moment 2, Civita Youth Camp, masih adanya rasa tidak bisa bersama. Alasan yang sangat tidak berdasar kuat yang sering terjadi adalah masalah umur. OMK yang merasa diri sudah cukup berumur sering enggan untuk bergabung dengan OMK yang masih muda [usia SMP dan SMA]. Pertanyaannya: ”Apakah hal ini sungguh menjadi alasan?”. Menurut hemat saya, bukanlah umur yang membuat kita enggan untuk bersama dalam setiap kegiatan. Tetapi benteng asumsi yang sudah kita ciptakan sendiri dari awal. Jika kita memperhatikan lebih cermat lagi, di bagian awal tulisan ini, sangat sengaja petikkan dari I Korintus 13:11 dijadikan sebagai awal pembuka cakrawala untuk kita pikirkan bersama.

Dalam diri, kita sering menyembunyikan Flexibility Passion [gairah untuk fleksibel]. OMK kurang cerdas menempatkan diri pada moment-moment yang berbeda. Di antara rekan-rekan sebaya, OMK bisa melakukan apa saja dengan sangat fun, tetapi akan sangat berbeda jika mereka bergabung dengan rekan-rekan yang lebih muda. Santo Paulus mengatakan ” Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu”. Meninggalkan sifat kanak-kanak bukanlah bahwa saya tidak bisa bersikap seperti kanak-kanak jika saya berhadapan dengan kanak-kanak. Di sini ada sebuah fleksibilitas yang mengarahkan kita untuk justru semakin mengerti bagaimana caranya menempatkan diri di tempat yang berbeda. Rekan-rekan OMK yang berkarya di bagian Bina Iman Anak atau Remaja sangat mengerti bahwa jika mereka tidak bisa menarik perhatian teman-teman muda ini, apapun yang mereka hendak lakukan tidak bisa menyapa secara lebih dalam. Lalu apa yang mereka lakukan? Mereka bersikap sebagaimana rekan-rekan muda tersebut berbuat. Sebab dengan demikian, mereka bisa memenangkan semakin banyak orang muda. Tindakan dan pengalaman seperti ini yang seharusnya semakin nyata dalam hidup bersama kita sebagai OMK.

Menjadi Pribadi Perintis
Kegiatan Spirit Moment 2 ini, sebagian besar dilakukan di luar ruangan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan tidak membosankan rekan-rekan muda. Welcoming Games diciptakan sebagai jembatan yang menghantar rekan-rekan muda pada satu nilai yang paling dasar bahwa untuk mencapai satu tujuan, kita harus melewati jalan-jalan tertentu yang bisa saja menghempaskan kita. tetapi persoalannya bukan pada berapa banyak kita terhempas melainkan berapa banyak kita bangkit dari keterhempasan yang kita alami. Outdoor Activities yang dilakukan dalam kegiatan ini menjadi lanjutan dari welcoming games dan ceramah tentang The Positive Power. Dari seluruh kegiatan ini, team mencoba melihat kembali “sejauhmana rekan-rekan muda yang terdiri dari beberapa paroki ini, mampu menciptakan hal-hal yang baru dalam setiap kegiatan”. Satu hal yang selalu terbaca dengan kasat mata bahwa OMK cenderung berkumpul dengan rekan-rekan yang sudah mereka kenal sehingga kelihatan ada blok-blok kecil. Namun, dalam proses kegiatan yang berlangsung dalam Spirit Moment 2, blok-blok ini semakin mencair dan bersatu.

Gambaran ini hanyalah segelintir dari sekian banyak warna dalam diri OMK. Jika kita melihat lebih jauh, banyak di antara rekan-rekan muda yang sangat susah untuk memulai pembicaraan dengan rekan-rekan yang baru mereka kenal, kendati rekan tersebut ada di depan mata. Sungguh tidak mengherankan jika OMK secara personal masuk di dalam Gereja, tidak ada yang menyapa. Akibatnya mereka merasa sendirian, tidak ada teman, tidak juga berani memulai pembicaraan. Hal inilah yang akan tetap menjadi perhatian kita bersama.

Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak OMK yang berani memilih jalan untuk melayani OMK itu sendiri. Mereka menjadi perintis-perintis yang tidak henti-hentinya menjadi penggerak OMK. Dan siapapun seharusnya bisa seperti mereka menjadi pribadi-pribadi perintis. Sangat tidak mudah memang. Rm. Herry Wijayanto, SJ sebagai Direktur Civita Youth Camp menuliskan email dari Brisbane, Australia ketika kegiatan Spirit Moment 2 ini selesai. “Saya senang acara civita dapat berjalan lancar dan bisa membentuk kesadaran baru. Membuat acara untuk anak muda itu tidak mudah… tidak hanya disuap…tidak hanya bisa mengkritik…bahkan bisa sampai mengeluarkan keringat dan air mata….” OMK penuh dengan dinamika, keinginan dan harapan. Mereka adalah masa depan Geraja. Ini slogan yang selalu didengungkan an tanggungjawab kita untuk mewujudkannya.

Jalan Keluar dari Positive Power
People do not care how much you know till they know how much you care [John C. Maxwell] memperlihatkan satu hal yang harus kita nyatakan bersama. Tunjukkanlah kepedulian anda maka orang-orang di sekitar anda akan peduli dengan ada. Sangat sederhana bukan? Apa yang ingin orang lain perbuat pada kita, lakukan hal yang demikian juga pada orang lain. Kitab Suci sudah menuliskan hal sederhana ini, hanya kerap kita melupakannya begitu saja oleh karena persoalan yang kita hadapi setiap saat. Jalan-jalan sederhana ini, diungkap kembali dalam The Positive Power, yaitu:
[1] jika anda sedang mengalami satu persoalan, berpikirlah dari berbagai sudut,
[2] tidak melakukan judgement,
[3] ada nilai positif dalam segala hal,
[4] bangkitkan rasa empati, ikhlas, dan cinta dalam diri kita.
Dari jalan sederhana ini, kita akan terarah pada tindakan positif. Sebab ingatlah satu hal, untuk mencari 100 orang sahabat mulailah dengan berteman dengan 1 orang. Tetapi sebaliknya, untuk mendapatkan 100 orang musuh, kita cukup memusuhi 1 orang. Mana yang akan kita pilih?

Kegiatan Spirit Moment 2 ini ditutup dengan Misa Bersama yang dipimpin oleh Romo Antoro, SCY, Pastor Pembantu di Paroki St. Stefanus, Cilandak yang bertepatan dengan Hari Raya Rasul Petrus dan Paulus. Rm. Antoro, dalam homilinya, mengatakan “seharusnya OMK meneladani pelayanan Rasul Petrus dan Paulus yang selalu giat mewartakan kabar sukacita, berjalan tanpa kasut, tidak mengenal lelah. OMK jangan sedikit-sedikit saja menghadapi halangan langsung mundur dan tidak mau bangkit lagi”.

Seorang bijak mengatakan waktu terbaik pertama untuk menanam pohon kelapa adalah sepuluh tahun yang lalu. Waktu terbaik kedua adalah saat ini. Maka, rekan-rekan muda, marilah kita menjadi pribadi perintis dan pribadi yang positif mulai dari saat ini. You can do something to make a change, sekecil apapun![]

Rabu, 02 Juli 2008

PAX IN CHRISTI




Telah meninggal Sdr. Marselinus Budi Prasetyo [Mas Budi] 38 tahun adik Romo Herry Wijayanto, SJ, pada tanggal 30 Juni 2008 22.30 WIB di Rumah Sakit Panti Rapih [PR] Yogyakarta. Meninggalkan 1 orang anak [4 tahun] dan Istri tercinta Mbak Lusi. Sebelum masuk PR Mas Budi RSU TIDAR Magelang [tidak mendapat tempat] kemudian dipindahkan ke RSU Muntilan langsung masuk ICU dengan kondisi tidak baik. Kondisi yang dialami suhu panas, sulit bernafas, detak jantung tidak beraturan, tidak bisa tidur. Almarhum tatkala mengalami kondisi ini sedang mengantar keluarga liburan di Magelang. Ia dimakamkan kira-kira pukul 13.00 WIB tanggal 1 Juli 2008 di Borobudur dekat keluarga Istrinya.