Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Minggu, 29 April 2012

RP. 3000 [True Story – Selasa 13 Maret 2012]


Siang itu jam tanganku menunjukan pukul 12.00 aku harus kembali ke rumah. Kebetulan hari ini aku tidak memakai sepeda onthel, sebagaimana biasanya. maka saya harus naik bus. Saat saya membuka dompet untuk membayar bus. Kebetulan aku kali ini aku ingin menikmati Trans Jogya setelah dua bulan tidak naik bus ini lagi. Tiba-tiba ada seorang  cewek berbisik kepada saya “  mas biar aku aja yang membayar”. Apalagi petugas belum ada kembalian uangnya mas yang lima puluh ribu itu. Gak apa-apa kok. Dalam hati aku bertanya: siapakah dia sebenarnya? Baik sekali dia.  Apakah pernah kenal sebelumnya? Rupanya belum. Akupun mulai menanyakan tentangnya, apakah mbak kuliah di Sanata Dharma juga? Aku alumni PGSD mas, baru lulus kemarin. Aku sedang  urus persiapan wisuda di bulan april nanti, jawabnya dengan nada halus dan penuh perhatian. Akupun lanjut bertanya: emang mbak datang dari mana?..aku dari Jawa tengah mas, Purwokerto. Mas kuliah di SADAR juga dan  prodi apa?  Dengan nada malu dan sedikit gerogi (maklum demam cewek..he.e…e), akupun menjawab: ia mbak aku kuliah di SADAR prodi PBSID, baru semester dua kok. Aku semakin penasaran dengannya, akupun mulai menanyakan lagi tentangnya: mbak…sebetulnya mau kemana? Aku kembali ke Purworejo mas…dan sekarang tunggu Trans Jogya yang  menuju ke Stasiun Tugu, soalnya jam dua nanti ada kereta Api. Aku juga baru kali ini naik Trans Jogya, waktu kuliah tidak pernah. Maka saya sedikit kurang mengerti akan turun dimana. Ok mbak nanti aku bantu, tetapi  nanti saya harus turun duluan. Aku yakin mbak pasti selamat sampai tujuan..doaku dalam hati….

Sejenak kemudian muncullah bus yang ditunggu-tunggu, kamipun naik dan melanjutkan perjalanan. Aku berusaha mendekatinya sebab masih ada hal yang ingin kutanyakan. Sebenarnya siapa sih namanya? Dengan penuh keberanian bercampur malu akupun menanyakan namanya. Namanya indah dan selalu kukenang, dialah DW. Bagiku DW  adalah sosok gadis yang bermurah hati, lagi sabar dan penuh kasih setia. Dia selalu menolong dan membantu sesama. Nampak dari kewibawaan dan ketulusannya. Semoga saja uang 3000 yang dia berikan untukku sungguh diberi dengan HATI.
Kebaikan orang akhirnya membuat kita untuk semakin menyadari akan pentingnya berbagi dan saling menolong lalu kemudian intropeksi diri. Apakah aku pernah melakukan hal yang serupa dengan orang lain atau ada cara yang lain selama ini, sehingga orang lain merasa terhibur dan bahagia, sebagaimana yang kurasakan saat ini. Perjumpaan dengan si DW di Trans Jogya rupanya mengajakku untuk belajar berbagi berkat, sekecil apapun dan dalam bentuk apapun. Sebab semuanya akan ditambahkan oleh DIA yang memanggilku. Hanya dengan nada syukur dan pujian kuhatrukan atas kehadiran-Nya lewat sesamaku yang kujumpai hari ini, secara khusus mbak “DW”. Mbak DW engkau memang bearti bagiku, bagi kita dan bagi kami semua. Dengan uang Rp. 3000 saya telah  mendapatkan banyak nilai hidup yang nantikan akan diinternalisasikan seraya mencoba untuk diaplikasikan dalam kehidupan kedepannya.
Sekecil apapun pemberian itu kalau diberi dengan hati yang tulus serta memberi dari kekuarangan tentu akan jauh berbeda kesannya bila dibandingkan dengan pemberian orang lain yang butuh imbalan. Istilah yang sering kupakai adalah “Do Ut Des” artinya saya memberi kepada kamu, supaya kamu diberi olehku. Atau dengan kata lain melayani supaya dilayani.
Prinsip ini  paling tidak  disukai oleh DIA yang memanggilku. Sebagaimana diri-Nya rela berkorban demi manusia yang berdosa. Dalam benaknya DIA tidak pernah berpikiran bahwa “ AKU rela wafat di kayu palang penghinaan itu supaya aku disanjung-sanjung, dipuji-puji dan supaya AKU diakui”. Yang DIA mau adalah agar manusia yang mengenal dan mencintai-Nya berani ikut ambil bagian dalam hidup-NYA yang sengsara, wafat dan bangkit. Pemberian diri-NYA itu  selalu kurasakan setiap saat, bahkan setiap detik. Tentu lewat pengalaman dan lewat perjumpaan dengan sesama.
Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.” (Luk. 21:2-4)

Oleh Br. Libert  Jehadit, CSA

Tidak ada komentar: