Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Minggu, 29 April 2012

MENEMUKAN MAKNA KEHIDUPAN DENGAN KEPOLOSAN SANG BOCAH


Malam itu, malam tanggal 08 Maret 2012 merupakan malam yang penuh kenangan. Tepat pukul 18.50 segera saya bersama temanku keluar rumah hendak menuju ke tempat rumah makan bebek goreng yang terletak sekitar 2 Km arah barat rumah kami. dengan mengendarai motor supra X kami menuju ke tempat yang dimaksud. Lantas apa yang terjadi? Di Rumah makan bebek goreng rupanya  tidak ada pengunjugnya, pada hal baru pukul 19.00. biasanya jam segini orang masih lalu lalang keluar masuk rumah makan ini. kok saat ini sudah tidak ada lagi?
Tanpa berpikir panjang kami langsung balik arah menuju ke tempat rumah makan bebek goreng lainnya yakni arah utara tugu, persis 100 meter sebelum terminal Jombor. Jogya. Ah…malam ini rupanya  nasib kami kurang beruntung. Disanapun rumah makannya sudah tutup dan alasannya jelas karena bebek gorengnya habis. Mau kearah timur di tempat bebek goreng lainnya lagi, eh..terlalu jauh. Keputusan terakhir kami kembali ke tempat yang pertama tadi, siapa tahu disana orangnya sudah ada. Begitu motor bergerak maju menuju tempat yang pertama, hujan anginpun turun, terpaksa kami harus menepi dan kebetulan disitu ada rumah makan lesehan. Kamipun segera turun dari motor langsung masuk ke rumah makan lesehan ini sambil memesan makan malam ini dengan lauk special “ Ayam bakar dan jeruk hangat”. Maklum si kampung tengah/perut sudah berontak terus meminta supaya segera diisi. Ah engkau aku  sebenarnya malam ini engkau ingin kuisi dengan bebek goreng, namun situasi berkata lain bahwa mungkin makan di lesehan ini ada maknanya tersendiri. Dan sungguh telah mendapat banyak nilai yang kutemukan.
Sambil menunggu menu makan malam ini ala lesehan, akupun mendekati temanku dan mulai berbagi pengalaman, terlebih seputar pengalaman yang barusan kami alami. Nasib—nasib.,…malam ini kita kurang beruntung. Bebek goreng tidak memihak kita. Tetapi tidak apa-apalah ada ayam bakar yang akan menghampiri kita sebentar lagi. Sementara kami asyik ngobrol, tiba-tiba dengan keadaan hujan lebat beserta angin keras dua bocah berusia sekitar delapan tahun datang menghampiri kami dengan membawa ukulele/gitar kecil. Rupanya mereka ingin menghibur kami  yang sedang makan malam di tempat lesehan sederhana ini. kepiawaiannya sang bocah ini dalam bermain gitar mini/ukulele rupanya mau mengajak saya untuk berpikir sejenak sambil bertanya dalam hati. Luar biasa si bocah itu, tanpa kenal suasana mereka tetap menerjang angin dan taufan hendak mencari sesuap nasi dan kebutuhan mereka setiap harinya hanya bermodalkan gitar mini dengan suaranya yang khas. “ bagaimana dengan aku?”. Aku sebetulnya malu melihat perjuangan dan kerja keras dua bocah ini. sejak dini mereka sudah diajarkan untuk mengembangkan potensi mereka dengan cara menghibur banyak orang. Sementara aku….aku belum dapat berbuat apa-apa kepada sesama di sekitarku. Saat ini aku hanya tahu dan mau tanpa ada rasa bersalah telah memeras keringat orang lain dengan cara saya yang kurang selektif. Yang terpenting kebutuhan jasmaniku terpenuhi, aku kan seorang yang terpanggil yang selalu dilayani. Buat apa aku seperti anak kecil tadi, jangan-jangan mereka anak jalanan yang belum tahu apa arti kehidupan ( pikirku dalam hati dengan nada arogan). Mereka kan hanya berpikir “apakah hari ini/malam ini kami bisa makan?”. Berbeda dengan cara berpikir kami dan orang lain yang tidak mempersoalkan makanan. Yang muncul dalam benak kami adalah: “ hari ini makan apa ya? Atau di kalangan para koruptor bisa saja mengatakan: “ hari ini kami makan siapa ya?”.
Jika ungkapan yang demikian selalu terjadi, maka Negara ini tidak akan maju. Sarang-sarang penyamun dan koruptor akan bertambah. Karena yang dipikirkan hanya dirinya, bukan sesamanya. Kapan situasi seperti ini akan berakhir? Jawabannya ada pada dua bocah tadi. Bagi saya di hati kedua bocah tadi terkandung banyak nilai yang dapat merubah pola pikir manusia Indonesia, yang cendrung konsumeris, selalu ingin menghabisi nyawa orang lain lewat tindakan korupsi. Kehadiran kedua bocah tadi sungguh membawa berkat bagi saya, setidaknya saya semakin sadar akan bagaimana perjuangan dan kerja keras seseorang demi sesuap nasi. Mereka / bocah tadi telah mengajarkanku sebuah bahasa kasih, yakni: “kasih dan penghiburan kepada sesama dengan kesederhanaan dan kepolosan adalah sebuah rencana indah yang sedang dirajut oleh-Nya untuk pembelajaran bagi manusia yang tidak bermoral”.
Kehadiran dua bocah tadi memberi sebuah harapan dan pembelajran berharga bagiku. Disana aku bisa menemukan arti kehidupan, aku belajar menghargai sesama, menerima orang lain apa adanya, sukacita dalam duka cita, kuat dalam kelemehan, setia dalam ketidak pastian hidup dan dapat menemukan cinta di tengah situasi yang galau. Kehadiran mereka menjadikan seseorang  semakin peka dan tanggap dengan situasi setempat. Mereka (si bocah)  bisa dikatakan sebagai pembawa damai dan sukacita. Aku telah melihat TUHAN dalam diri mereka. Terima kasih adik-adikku..kalian memang luar biasa. Aku rindu kehadiran kalian…

Br. Libert  Jehadit, CSA

Tidak ada komentar: