Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Rabu, 02 Maret 2011

Sholat dalam Gereja Roma Katolik

Dalam Gereja Roma Katolik, waktu-waktu sembahyangpun masih dipelihara menurut perhitungan Yahudi tetapi dalam terjemahan Latin : Prima, Laudes, Tertia, Sexta, Nona, Vesper dan Completorium.

1. Prima adalah sembahyang dini hari (Sholat Tengah Malam, Sholatul Lail atau Sholatul Satar),
2. Hora Tertia (Sholat Sa’atus Tsalits, Jam Ketiga),
3. Hora Sexta (Sholat Sa’atus Sadis, Jam Keenam),
4. Hora Nona (Sholat Sa’atus Tis’ah, Jam Kesembilan),
5. Subuh (Sholatus Sa’atul Awwal, Jam Pertama) dan 

6. Maghrib (Sholatul Ghurub, Sholat Senja) disebut dengan istilah Latin Laudes (Ibadat Pagi) dan Vesper (Ibadat Sore),
7. Completorium (Sholatul Naum, Sholat Tidur).
 

"Tzelota" secara sederhana adalah bahasa Aramaika (dialek yang digunakan pada
zaman Yesus) untuk menyebut kata "sembahyang", yang dalam bahasa Arab-nya
adalah "sholat". Sholat / sembahyang harian adalah merupakan bagian dari lingkaran
peringatan Gereja Orthodox


 Sekarang ini, cukup sering biara-biara menggabungkan kedua waktu, Laudes dan Prima, dan merayakannya sebagai satu doa pagi.
Pada masa periode pertama Gereja, sejak masa para Rasul, doa bersama/ ibadat harian diantara para uskup, imam dan umat adalah hal yang biasa dilakukan.

Dalam perjalanan sejarahnya, sembahyang bersama ini di dalam Gereja Roma Katolik menjadi semakin eksklusif ibadat uskup dan klerus, bukan lagi doa bersama dengan umat. Partisipasi umat dalam menghadiri ibadat harian ini menjadi merosot.

Pada abad ke-13, mengikuti corak kebebasan Ordo Fransiskan dan Ordo Dominikan, seiring dengan munculnya “rahib gaya baru”, yang adalah orang-orang yang mudah bergerak, yang tidak terlalu terikat oleh waktu-waktu berkumpul di biara. Mereka membaktikan sebagian besar waktunya untuk pewartaan dan katekese, sehingga mereka tidak dapat lagi secara teratur berkumpul di kapel biara untuk menyanyikan ofisi sehingga jam-jam sholat maupun doa-doanyapun disederhanakan demi kepentingan para imam dan rahib yang keliling.


Penyesuaian demi penyesuaian dilakukan oleh Gereja Roma Katolik, khususnya dengan alasan tuntutan hidup modern yang terus berubah. Perubahan-perubahan itu terjadi pada masa Paus Pius V, Sixtus V, Klement VIII, Urbanus VIII, dan Klement XI dan akhirnya pada masa Konsili Vatikan II tinggal Laudes (Ibadat Pagi) dan Vesper (Ibadat Sore) yang ditekankan.

Laudes dan Vesper diperingkas dalam buku singkat yang disebut Breviarium (Ikhtisar Singkat, “Brevir”), dan lebih menjadi doa klerus (rohaniwan). Melalui brevir itu para imam dan rahib yang keliling dapat tetap mempersatukan diri secara rohani dengan ofisi yang dinyanyikan di gereja katedral atau di biara. Dalam praktek, selama abad-abad terakhir ini, ofisi sebagai doa bersama dilakukan hanya di biara-biara ordo kontemplatif dan di biara-biara besar ordo lainnya.

Sedangkan bagi bruder, suster dan awam yang berminat melakukan sembahyang harian ini, disediakan “brevir kecil” atau “brevir Maria”, malahan pula doa Rosario diperkenalkan sebagai “brevir umat”, sebagai pengganti sholat-sholat harian Gereja Purba tersebut.

Tetapi akhirnya Vatikan II kembali menginstruksikan doa-doa harian itu sebagai doa umat, bukan untuk imam saja. Konsili berharap agar doa ofisi atau ibadat harian sekali lagi menjadi doa bersama, bahkan doa bersama umat, dan bukan hanya doa (pribadi) wajib bagi para rohaniwan dan rahib saja. Partisipasi umat – khususnya untuk ibadat pagi dan sore – sangat dianjurkan, teristimewa pada hari Minggu dan pesta. “Menurut asal-usul dan hakikatnya, ibadat harian bukanlah milik khusus para rohaniwan dan rahib saja, melainkan milik umum seluruh umat Kristen” dan atas dasar konstitusi dan peraturan diangkat menjadi “doa resmi Gereja” (Pedoman Ibadat Harian, No.270).

1 komentar:

Civita mengatakan...

Silahkan juga melihat http://www.facebook.com/note.php?note_id=407572576908