Biaya Kegiatan: Orangtua [Rp. 130.000,-/hari dan Anak-anak [Rp. 120.000,-/hari; 3 kali makan, 2 kali snack, aula, kamar, ruang doa, lapangan outdoor

Selasa, 28 Desember 2010

THE NEXT OPTIMISM IN NEW YEAR

Sebuah Renungan Akhir Tahun
Oleh: DS Ollyn Zb


Saudara/I, Apa yang akan terjadi jika kita memejamkan mata kita sejenak? Sesuatu yang tadinya kita lihat menjadi tidak terlihat. Dan apa yang terjadi jika pada saat kita memejamkan mata, dan yang kita lihat tadi tidak ada lagi di tempatnya semula? Entah sesuatu itu, dipindahkan ataupun hilang entah kemana, tetapi sadarilah satu hal bahwa saat mata terpejam, walaupun hanya sekejap, terjadi situasi buram, tidak terlihat, gelap dalam sesaat.
Hal ini sangatlah sederhana. Coba bayangkan jika yang terjadi adalah sesuatu yang lebih dari hal itu. Mata Anda sudah tidak bisa melihat lagi atau Anda berada dalam kegelapan yang dalam dimana tidak ada sinar, cahaya dalam waktu yang sungguh lama. Sebuah harapan akan melihat kembali mungkin lama-lama akan menghilang dari hidup Anda. Coba bayangkan mereka yang matanya sudah tidak berfungsi sama sekali? Cahaya hanyalah sebuah impian buat mereka untuk bisa dilihat kembali.

Pada saat kita tidak bisa melihat apa-apa, saat kita berada dalam situasi gelap, maka cahaya, sinar, terang adalah impian yang kita utamakan. Kenapa? Karena olehnya kita bisa melihat sekitar kita dan bergembira atas hidup kita ini.
Saudara/I, apa yang ada dalam cahaya itu sehingga kita sungguh bergembira atasnya? Rupanya cahaya itu hanyalah gelombang elektromagnetik yang dikenal dengan perambatannya yang tidak membutuhkan medium sebagai alat merambatnya dan tersusun atas warna-warna pelangi tetapi tidak dipengaruhi oleh medan magnet atau medan listrik yang dipantulkan oleh setiap benda yang ada disekitar kita.
Walaupun demikian, cahaya itu bisa membuat setiap orang menarik nafas lega saat mereka menemukan cahaya. Pertanyaannya adalah bisakah kita menjadi cahaya itu dalam kehidupan kita? Yang olehnya orang lain bisa menarik nafas lega, gembira, bahagia oleh karena adanya kita?
Dalam Matius 5:16 hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
Rupanya dalam kehidupan yang faktual ini, untuk menjadikan kita menjadi cahaya itu adalah lewat perbuatan-perbuatan baik yang kita lakukan. Dan apakah perbuatan baik itu?
Coba kita mulai dari sesuatu yang sederhana. Perbuatan baik itu muncul dari senyum yang tulus. Senyum yang tulus saat bertemu dengan siapa saja dalam hidup, senyum yang tulus tatkala kita berada dalam situasi yang tidak menyenangkan sekalipun, senyum yang tulus saat kita memberi maaf, senyum yang tulus saat kita memberi kesempatan. Itulah yang disebut dengan perbuatan baik, sebab olehnya yang muncul adalah kebaikan, kelegaan, ketenangan buat orang-orang yang ada di sekitar kita.
Saudara/I, ingatlah bahwa tidak ada perbuatan baik yang muncul dari wajah yang merah karena marah, hati yang dengki dan dendam, keegoisan yang tidak pernah luluh.
Hal yang kedua yang bisa menjadikan kita bercahaya adalah diri kita sendiri. Kenapa? Sebab sumber perbuatan baik itu adalah diri kita yang melakukan hal-hal baik. Bahkan sumber dari terang itu adalah diri kita sendiri yang di dalamnya tersimpan nilai-nilai yang baik untuk melakukan hal-hal yang baik. Nilai-nilai inilah yang kemudian membuat hidup kita bercahaya. Nilai-nilai itu antara lain, penghargaan, keberanian, membantu, dan banyak hal yang lain yang kemudian menjadikan kita bisa tetap melakukan hal yang baik.
Hal yang ketiga yang perlu direnungkan adalah mengapa perbuatan baik itu bisa memuliakan Bapa di surga? Rupanya pemikirannya sangatlah sederhana karena kebaikan itu adalah Bapa. God is love. Segala sesuatu yang oleh karena cinta pasti selalu baik, tetapi tidak semua hal yang diarahkan pada cinta pasti baik. Bapa menghendaki semua orang melakukan hal-hal yang baik. Cinta, maaf, hidup, dan banyak hal yang baik itu dikehendaki oleh Tuhan.
Pemikiran yang sederhana ini akan menghadapkan kita pada satu realita yang sungguh, “Apakah kita bisa melakukan hal yang sederhana itu?” Katanya kita manusia yang berakal budi melebihi makhluk ciptaan lain.
Tahun baru bukanlah karena kita menempuh tahun yang semakin tua, atau bulan yang kembali pada rotasi awalnya. Tahun baru malah bisa menjadi awal kematian buat siapa saja. Kematian di dalam ke-baruan-nya karena kita akan semakin menghadapkan diri kita sendiri pada keinginan untuk semakin lebih baik, semakin bahagia. Dan jalan satu-satunya menuju ke sana adalah kematian.
Maka tahun baru adalah melakukan hal-hal, yang walaupun kecil tetapi bisa membawa dampak kebaikan untuk orang-orang di sekitar kita. Jika semut, burung pelikan, bahkan para monyet bisa melakukan hal yang baik untuk kelompoknya, bukankah kita melebihi mereka.
Jadi tidak ada alasan buat mereka yang menyebut dirinya sebagai manusia untuk menunda dan tetap melakukan hal-hal yang baik, kecuali jika mereka mengebiri nilai kebaikan dalam hati mereka, dan itu berarti mereka menyunat Tuhan yang adalah sumber dari nilai-nilai kebaikan itu. Sehingga tidak heran, mereka berteriak Tuhan, Tuhan…. Tetapi IA tidak pernah mendengarkan mereka.
Saudara/I yang terkasih, yang manakah Anda?

Tidak ada komentar: