Siang itu jam tanganku menunjukan
pukul 12.00 aku harus kembali ke rumah. Kebetulan hari ini aku tidak memakai
sepeda onthel, sebagaimana biasanya. maka saya harus naik bus. Saat saya
membuka dompet untuk membayar bus. Kebetulan aku kali ini aku ingin menikmati
Trans Jogya setelah dua bulan tidak naik bus ini lagi. Tiba-tiba ada
seorang cewek berbisik kepada saya
“ mas biar aku aja yang membayar”.
Apalagi petugas belum ada kembalian uangnya mas yang lima puluh ribu itu. Gak
apa-apa kok. Dalam hati aku bertanya: siapakah dia sebenarnya? Baik sekali
dia. Apakah pernah kenal sebelumnya?
Rupanya belum. Akupun mulai menanyakan tentangnya, apakah mbak kuliah di Sanata
Dharma juga? Aku alumni PGSD mas, baru lulus kemarin. Aku sedang urus persiapan wisuda di bulan april nanti,
jawabnya dengan nada halus dan penuh perhatian. Akupun lanjut bertanya: emang
mbak datang dari mana?..aku dari Jawa tengah mas, Purwokerto. Mas kuliah di
SADAR juga dan prodi apa? Dengan nada malu dan sedikit gerogi (maklum
demam cewek..he.e…e), akupun menjawab: ia mbak aku kuliah di SADAR prodi PBSID,
baru semester dua kok. Aku semakin penasaran dengannya, akupun mulai menanyakan
lagi tentangnya: mbak…sebetulnya mau kemana? Aku kembali ke Purworejo mas…dan
sekarang tunggu Trans Jogya yang menuju
ke Stasiun Tugu, soalnya jam dua nanti ada kereta Api. Aku juga baru kali ini
naik Trans Jogya, waktu kuliah tidak pernah. Maka saya sedikit kurang mengerti
akan turun dimana. Ok mbak nanti aku bantu, tetapi nanti saya harus turun duluan. Aku yakin mbak
pasti selamat sampai tujuan..doaku dalam hati….
Sejenak kemudian muncullah bus yang
ditunggu-tunggu, kamipun naik dan melanjutkan perjalanan. Aku berusaha
mendekatinya sebab masih ada hal yang ingin kutanyakan. Sebenarnya siapa sih
namanya? Dengan penuh keberanian bercampur malu akupun menanyakan namanya.
Namanya indah dan selalu kukenang, dialah DW. Bagiku DW adalah sosok gadis yang bermurah hati, lagi
sabar dan penuh kasih setia. Dia selalu menolong dan membantu sesama. Nampak
dari kewibawaan dan ketulusannya. Semoga saja uang 3000 yang dia berikan
untukku sungguh diberi dengan HATI.
Kebaikan orang akhirnya membuat kita
untuk semakin menyadari akan pentingnya berbagi dan saling menolong lalu kemudian
intropeksi diri. Apakah aku pernah melakukan hal yang serupa dengan orang lain
atau ada cara yang lain selama ini, sehingga orang lain merasa terhibur dan
bahagia, sebagaimana yang kurasakan saat ini. Perjumpaan dengan si DW di Trans
Jogya rupanya mengajakku untuk belajar berbagi berkat, sekecil apapun dan dalam
bentuk apapun. Sebab semuanya akan ditambahkan oleh DIA yang memanggilku. Hanya
dengan nada syukur dan pujian kuhatrukan atas kehadiran-Nya lewat sesamaku yang
kujumpai hari ini, secara khusus mbak “DW”. Mbak DW engkau memang bearti
bagiku, bagi kita dan bagi kami semua. Dengan uang Rp. 3000 saya telah mendapatkan banyak nilai hidup yang nantikan
akan diinternalisasikan seraya mencoba untuk diaplikasikan dalam kehidupan kedepannya.
Sekecil apapun pemberian itu kalau
diberi dengan hati yang tulus serta memberi dari kekuarangan tentu akan jauh
berbeda kesannya bila dibandingkan dengan pemberian orang lain yang butuh
imbalan. Istilah yang sering kupakai adalah “Do Ut Des” artinya saya memberi kepada
kamu, supaya kamu diberi olehku. Atau dengan kata lain melayani supaya
dilayani.
Prinsip ini paling tidak
disukai oleh DIA yang memanggilku. Sebagaimana diri-Nya rela berkorban
demi manusia yang berdosa. Dalam benaknya DIA tidak pernah berpikiran bahwa “
AKU rela wafat di kayu palang penghinaan itu supaya aku disanjung-sanjung,
dipuji-puji dan supaya AKU diakui”. Yang DIA mau adalah agar manusia yang
mengenal dan mencintai-Nya berani ikut ambil bagian dalam hidup-NYA yang
sengsara, wafat dan bangkit. Pemberian diri-NYA itu selalu kurasakan setiap saat, bahkan setiap
detik. Tentu lewat pengalaman dan lewat perjumpaan dengan sesama.
Ia melihat juga seorang janda miskin
memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua
orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi
janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya.”
(Luk. 21:2-4)
Oleh Br. Libert
Jehadit, CSA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar